Kisah anak-anak muda yang bersikap “kurang ajar” dan derhaka terhadap ibu bapa bukanlah asing pada hari ini. Kes-kes seperti membiarkan ibu bapa dan menghantar (baca: membuang) mereka ke rumah orang tua semakin kerap kita dengar. Itu belum lagi kes-kes ibu bapa dipukul anak malah ada yang sampai ke tahap membunuh! Nau’zubillah! Minta dijauhkan dari menjadi seperti itu.
Di mana silapnya?
Mungkin persoalan di atas terlintas di fikiiran kita. Ya, di mana silapnya? Saya tidak nafikan bahawa ada banyak faktor yang menyumbang ke arah ini. Tetapi, kita juga perlu beringat yang faktor itu mungkin juga berpunca dari diri kita sendiri (sebagai ibu-bapa)! Segalanya bermula dari awal. Jika di peringkat awal lagi sudah rosak, maka tidak mustahil penghujungnya rosak.
Kata pepatah:
البداية نصف الشيء
“Permulaan itu adalah separuh daripada sesuatu”
To Kill A Mocking bird
Teringat saya pada novel To Kill A Mocking Bird sebuah novel klasik karya Harper Lee. Novel ini dinobatkan antara Masterpiece of American Literarure dan memenangi anugerah Pulitzer Prize pada tahun 1961. Ia juga diangkat ke layar perak dan merangkul anugerah Academy Award. Ia mengisahkan sebuah keluarga berkulit putih yang menetap di perkampungan yang majoritinya berkulit hitam. Dasar apartheid yang menebal ketika itu mendorong pemisahan antara dua kelompok ini.
Pun begitu, ini tidak menghalang keluarga Atticus Finch yang merupakan seorang peguam merangkap duda, kematian isteri dan beranak dua untuk bercampur dengan masyarakat berkulit hitam. Bahkan beliau sendiri mempunyai orang gaji berkulit hitam yang sangat rapat dan mesra dengan anak-anak beliau, dan sudah dianggap sebagai sebahagian dari keluarga mereka. Yang menariknya bagi saya, adalah bagaimana dia mengajar anak-anaknya untuk menghormati dan melayan semua orang dengan adil dan baik tidak kira bangsa, taraf dan warna kulit.
Ini terbukti dengan watak dan perlakuan dua anaknya yang sudah menganggap orang gaji mereka seperti ibu mereka sendiri. Hubungan baik keluarga beliau dengan masyarakat berkulit hitam ternyata tidak desenangi dan dipandang serong oleh keluarga kulit putih yang lain. Ini ditambah lagi dengan kesudian beliau membela satu kes yang melibatkan seorang lelaki berkulit hitam yang difitnah merogol seorang gadis berkulit putih.
Kesudahannya? Anda boleh membacanya jika ada kesempatan. Saya tidak ingin bercerita panjang disini. Apa-apa pun, point penting yang ingin saya highlight kan ialah ‘tarbiah’ dan tunjuk ajar yang baik pada anak-anak. Atticus Finch berjaya membentuk anak-anaknya di dalam persekitaran yang “menongkah arus” pada ketika itu. Persekitaran yang dibina atas persepsi ramai. Dia berjaya menerapkan jati diri dan membentuk cara pandang, world view yang berbeza daripada masyarakat umum terhadap anak-anaknya. Tatkala masyarakat persekitaran memandang rendah serta hina terhadap bangsa kulit hitam, beliau malah menerapkan prisip keadilan, kemanusiaan, menghargai sesame manusia dan sebagainya.
Seperti mana kita membentuk, maka seperti itulah hasilnya terjadi. Like father like son, kemana tumpahnya kuah kalau tidak ke nasi?. Justeru “tarbiah” di peringkat awal lagi cukup penting. Key words nya terletak pada nilai “tarbiah” yang beliau terapkan. Membentuk pendirian yang benar dan istiqamah dengan pendirian tersebut. Benarlah pesan Abu Tayyib al-Mutanabbi:
إذا كنت ذا رأي فكن ذا عزيمة…. فإنّ فساد الرأى ان تترددا
“Jika kamu seorang yang mempunyai pandangan, maka jadilah juga seorang yang mempunyai pendirian. Sesungguhnya suatu pandangan itu akan menjadi rosak, hanya kerana kamu berbelah bagi”
If-Rudyard Kipling
Antara puisi favourite yang saya pelajari di sekolah dahulu ialah If, karya Rudyard Kipling (penulis British yang terkenal dengan buku Jungel Book nya). Ketika saya amati bait-bait puisi tersebut, ternyata ianya amat indah. Berisi nasihat seorang ayah buat panduan anaknya dalam meniti liku kehidupan. Bagi mereka yang tidak pernah membaca puisi itu, saya coretkan di bawah:
Are losing theirs and blaming it on you;
If you can trust yourself when all men doubt you,
But make allowance for their doubting too;
If you can wait and not be tired by waiting,
Or, being lied about, don't deal in lies,
Or, being hated, don't give way to hating,
And yet don't look too good, nor talk too wise;
If you can dream - and not make dreams your master;
If you can think - and not make thoughts your aim;
If you can meet with triumph and disaster
And treat those two imposters just the same;
If you can bear to hear the truth you've spoken
Twisted by knaves to make a trap for fools,
Or watch the things you gave your life to broken,
And stoop and build 'em up with worn out tools;
If you can make one heap of all your winnings
And risk it on one turn of pitch-and-toss,
And lose, and start again at your beginnings
And never breath a word about your loss;
If you can force your heart and nerve and sinew
To serve your turn long after they are gone,
And so hold on when there is nothing in you
Except the Will which says to them: "Hold on";
If you can talk with crowds and keep your virtue,
Or walk with kings - nor lose the common touch;
If neither foes nor loving friends can hurt you;
If all men count with you, but none too much;
If you can fill the unforgiving minute
With sixty seconds' worth of distance run -
Yours is the Earth and everything that's in it,
And - which is more - you'll be a Man my son!
Nasihat Luqman Al-Hakim kepada anaknya
Lama sebelum itu, Al-Quran telahpun merakamkan kisah teladan yang cukup indah buat kita. Ya! Kisah Luqman al-Hakim yang memberikan nasihat buat anaknya. Ada baiknya saya nukilkan kembali kisah tersebut di sini:
· Dan sesungguhnya telah Kami berikan hikmat kepada Luqman, yaitu: "Bersyukurlah kepada Allah. Dan barangsiapa yang bersyukur (kepada Allah), maka sesungguhnya ia bersyukur untuk dirinya sendiri; dan barangsiapa yang tidak bersyukur, maka sesungguhnya Allah Maha Kaya lagi Maha Terpuji".
· Dan (ingatlah) ketika Luqman berkata kepada anaknya, di waktu ia memberi pelajaran kepadanya: "Hai anakku, janganlah kamu mempersekutukan Allah, sesungguhnya mempersekutukan (Allah) adalah benar-benar kezaliman yang besar".
· Dan Kami perintahkan kepada manusia (berbuat baik) kepada dua orang ibu-bapanya; ibunya telah mengandungnya dalam keadaan lemah yang bertambah-tambah, dan menyapihnya dalam dua tahun. Bersyukurlah kepada-Ku dan kepada dua orang ibu bapakmu, hanya kepada-Kulah kembalimu.
· Dan jika keduanya memaksamu untuk mempersekutukan dengan Aku sesuatu yang tidak ada pengetahuanmu tentang itu, maka janganlah kamu mengikuti keduanya, dan pergaulilah keduanya di dunia dengan baik, dan ikutilah jalan orang yang kembali kepada-Ku, kemudian hanya kepada-Kulah kembalimu, maka Ku-beritakan kepadamu apa yang telah kamu kerjakan.
· (Luqman berkata): "Hai anakku, sesungguhnya jika ada (sesuatu perbuatan) seberat biji sawi, dan berada dalam batu atau di langit atau di dalam bumi, niscaya Allah akan mendatangkannya (membalasinya). Sesungguhnya Allah Maha Halus lagi Maha Mengetahui.
· Hai anakku, dirikanlah shalat dan suruhlah (manusia) mengerjakan yang baik dan cegahlah (mereka) dari perbuatan yang mungkar dan bersabarlah terhadap apa yang menimpa kamu. Sesungguhnya yang demikian itu termasuk hal-hal yang diwajibkan (oleh Allah).
· Dan janganlah memalingkan muka dari manusia (karena sombong) dan janganlah kamu berjalan di muka bumi dengan angkuh. Sesungguhnya Allah tidak menyukai orang-orang yang sombong lagi membanggakan diri.
· Dan sederhanalah kamu dalam berjalandan lunakkanlah suaramu. Sesungguhnya seburuk-buruk suara ialah suara keledai.
(Surah Luqman [31]: 12-19)
Walaupun masih belum mempunyai “keluarga” sendiri, paling tidak kita mempersiapkan diri dengan ilmu-ilmu yang sepatutnya. Kisah-kisah teladan seperti di atas sedikit sebanyak boleh dijadikan panduan. Meminjam kata-kata Ustaz Hasrizal dalam entry artikel terbaru belliau:
“The proudest thing ever happen in my life, is to be your DAD!”
Jangan sampai anak-anak kita membesar dengan sumpah-seranah atau caci makian juga sepak terajang kita!
Mohd Shahman Md Azmi
5 Julai 2011
No comments:
Post a Comment